ACTIVITY BASED COSTING, [ diktrus akutansi ]

ACTIVITY BASED COSTING, [ diktrus akutansi ] - Hallo sobat blogger Pendidikan, Posting yang saya unggah pada kali ini dengan judul ACTIVITY BASED COSTING, [ diktrus akutansi ] , Artikel ini bertujuan untuk memudahkan kalian mencari apa yang kalian inginkan, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk kalian baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Akuntansi Manajemen, yang kami tulis ini dapat kalian pahami dengan baik, semoga artikel ini berguna untuk kalian, jika ada kesalahan penulisan yang dilakukan oleh penulis mohon dimaafkan karena penulis masih newbie. baiklah, selamat membaca.

Judul : ACTIVITY BASED COSTING, [ diktrus akutansi ]
link : ACTIVITY BASED COSTING, [ diktrus akutansi ]

Baca juga


ACTIVITY BASED COSTING, [ diktrus akutansi ]


BAB 8: ACTIVITY BASED COSTING
Model ABC
               ABC (activity based costing), yaitu menghitung biaya produksi (production cost) berdasarkan aktivitas yang meliputi biaya pra produksi, biaya produksi, biaya adsminitrasi, dan biaya pemasaran baik yang variable maupun tetap. Dalam perhitungannya, biaya dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya yang dapat ditelusur (traceble cost) dan biaya yang tidak dapat ditelusur (non traceble cost). Biaya yang tidak dapat ditelusur dibebankan/dialokasikan ke produk dengan multi tariff sesuai cost pool masing-masing. ABC digunakan untuk laporan internal perusahaan sebagai dasar pembuatan keputusan oleh manajemen, ABC bukan untuk laporan ekternal. Perusahaan yang menggunakan ABC adalah perusahaan yang memproduksi berbagai jenis barang seperti dalam perusahaan yang menggunakan job order costing.





 

Hirarki Biaya (Cost Hierarchy)
            Setiap aktivitas menimbulkan biaya, dan aktivitas mempunyai tingkatan, maka menimbulkan Hirarki biaya.
1.      Aktivitas tingkat unit (Unit-level activities) diukur untuk masing-masing unit yang diproduksi. Biaya aktivitas tingkat unit dibebankan secara proporsional dengan unit ang diproduksi.
2.      Aktivitas tingkat batch (Batch-level activities) are performed each time a batch is handled or processed, regardless of how many units are in the batch. Costs at the batch level do not depend on the number of units produced, the number of units sold, or other unit-level measures of volume.
3.      Product-level activities relate to specific products and typically must be carried out regardless of how many batches or units of product are produced or sold.
4.      Customer-level activities relate to specific customers and include activities such as sales calls, catalog mailings, and general technical support that are not tied to any specific product.
5.      Organization-sustaining activities are carried out regardless of which products are produced, how many batches are run, or how many units are made.


Perbedaan Tradisional (Job Order Costing) dan ABC
            Perusahaan yang menggunakan ABC adalah perusahaan yang memproduksi berbagai jenis barang seperti dalam perusahaan yang menggunakan job order costing. Sistem job oreder costing disebut sistem tradisional (traditional costing system). Beberapa perbedaan system tradisional dan ABC adalah:
No
Tradisional (Job Order Costing)
ABC
1
Semua produk dibebani biaya produksi, meskipun produk tertentu tidak mengkonsumsi biaya produksi tersebut
Tarif BOP ditentukan di depan berdasarkan biaya yang dianggarkan atau tingkatan aktivitas yang diharapkan
2
Biaya non produksi (Nonmanufacturing costs) seperti biaya adsminitrasi dan pemasaran tidak dibebankan ke produk tertentu, meskipun biaya tersebut muncul karena memproduksi produk tertentu tersebut
Beberapa biaya produksi dikeluarkan atau tidak dimasukkan sebagai biaya produksi barang tertentu, jika biaya produksi tersebut muncul bukan karena memproduksi barang tertentu tersebut. Atau dengan kata lain, biaya produksi barang tertentu hanya dibebani biaya yang timbul karena memproduksi barang tersebut.
3
Biaya produksi selain bahan baku dan tenaga kerja langsung dijadikan satu kelompok BOP (biaya overhead pabrik) dengan satu ukuran, umumnya diukur berdasarkan jam kerja tenaga kerja langsung atau jam kerja mesin
Terdapat lebih dari satu pool atau kelompok biaya yang tidak dapat ditelusur (BOP, Adsminitrasi, Pemasaran), dimana masing-masing kelompok biaya mempunyai ukuran aktivitas tersendiri, sehingga mempunyai tariff tersendiri.
4
Tarif BOP ditentukan di depan berdasarkan biaya yang dianggarkan atau tingkatan aktivitas yang diharapkan
Tarif alokasi biaya didasarkan pada tingkat aktivitas sesungguhnya, bukan akktivitas yang dianggarkan ataupun yang diharapkan

Tahapan Menerapkan ABC
1.      Mengidentifikasi dan menentukan aktivitas untuk menjual barang tertentu, dan menentukan kelompok-kelompok aktivitas (activity pools). Misal aktivitas produksi, dikelompokkan menjadi kelompok biaya tambahan gaji tenaga kerja langsung, kelompok biaya produksi karena berlalunya waktu, kelompok biaya produksi yang dibebankan berdasarkan cash basis. Aktivitas pemasaran, dikelompokkan menjadi kelompok biaya gaji, kelompok biaya pengiriman, kelompok biaya iklan.
2.      Jika memungkinkan, menelusur semua BOP, biaya adsminitrasi, dan biaya pemasaran ke barang tertentu, jika tidak mungkin ke barang tertentu, maka ke kelompok aktivitas tertentu. Contoh, gaji mandor total Rp 160.000, dimana Rp 100.000 kusus terjadi akibat mengerjakan pesanan jaket UGM.
3.      Menghitung tariff alokasi untuk setiap kelompok biaya, jika memungkinkan berdasarkan cost driver (ukuran aktivitas penyebab munculnya biaya) untuk setiap kelompok biaya.
4.      Membebankan atau mengalokasikan biaya yang tidak dapat ditelusur (BOP, biaya adsminitrasi, dan biaya pemasaran) ke semua barang yang diproduksi dengan menggunakan tariff yang telah dihitung.
5.      Menyusun laporan biaya system ABC
               Berikut ini contoh aplikasi ABC perusahaan konveksi PT Salma. Perusahaan memproduksi berbagai jenis kaos, baju, jaket, dll. Berikut ini data Bulan Maret  20X1 meliputi biaya pra produksi, biaya produksi, biaya adsminitrasi & umum, dan biaya pemasaran..
Tabel VIII.1: Biaya Pra Produksi PT. Salma


Tabel VIII.2: Biaya Produksi PT. Salma 


Tabel VIII.3: Biaya  Periodik


Tabel VIII. 4: Laporan Hasil Produksi dan Penjualan




Hirarki Biaya (Cost Hierarchy)
            Setiap aktivitas menimbulkan biaya, dan aktivitas mempunyai tingkatan, maka menimbulkan Hirarki biaya.
1.      Aktivitas tingkat unit (Unit-level activities) diukur untuk masing-masing unit yang diproduksi. Biaya aktivitas tingkat unit dibebankan secara proporsional dengan unit ang diproduksi.
2.      Aktivitas tingkat batch (Batch-level activities) are performed each time a batch is handled or processed, regardless of how many units are in the batch. Costs at the batch level do not depend on the number of units produced, the number of units sold, or other unit-level measures of volume.
3.      Product-level activities relate to specific products and typically must be carried out regardless of how many batches or units of product are produced or sold.
4.      Customer-level activities relate to specific customers and include activities such as sales calls, catalog mailings, and general technical support that are not tied to any specific product.
5.      Organization-sustaining activities are carried out regardless of which products are produced, how many batches are run, or how many units are made.




Laporan Biaya Produksi Metode Full Costing, Variable Costing, dan ABC
               Metode Full Costing dan Variable Costing merupakan cara pembuatan perhitungan biaya produksi berdasarkan perilaku biaya, dimana biaya produksi dikelompokkan menjadi biaya produksi variable dan biaya produksi tetap. Sedangkan metode ABC merupakan cara perhitungan biaya produksi berdasarkan ketelusuran biaya, dimana biaya dikelompokkan menjadi biaya yang dapat ditelusur (traceable cost) dan biaya yang tidak dapat ditelusur (untraceable cost). Biaya yang tidak dapat ditelusur dibebankan ke biaya produksi dengan cara alokasi dengan multi tarif. ABC dibahas lebih lanjut di bab berikutnya.
               Penghitungan biaya produksi full costing dipakai untuk pembuatan laporan laba rugi baik untuk eksternal maupun internal. Biaya produksi metode full costing meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, BOP variable, dan BOP tetap. Penghitungan biaya produksi variable costing dipakai untuk pembuatan laporan laba rugi internal. Biaya produksi variable costing meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan BOP variable.  BOP tetap diakui sebagai biaya periodik. Misalnya perusahaan konveksi PT. Ridha mempunyai data biaya produksi seperti di tabel VII. 2. Data ini menggunakan data di bab 4.

Tabel VI.2: Biaya Produksi



Hasil produksi dapat berupa:
a. Produk Jadi berupa kaos partai yang siap dijual 800 kaos
b. Barang dalam proses akhir periode 90 kaos dengan tingkat penyelesaian BBB 100% dan Konversi 90%, dengan perhitungan sbb:


b. Produk cacat 20 kaos cacat dengan tingkat penyelesaian BBB 100% dan Konversi 60%, dengan perhitungan sbb:


Berdasarkan data tersebut, maka dapat dibuatkan laporan biaya produksi kaos Metode Full Costing bulan Maret seperti dalam tabel VII.3. dan Variable Costing di tabel VII.4. Tabel VII.3 menunjukkan biaya produksi kaos partai metode full costing per kaos Rp 14.300, terdiri dari biaya bahan baku Rp7.300; BTKL Rp 4.400; BOP variable Rp 1.200; BOP tetap Rp 1.400. Sedangkan table VII.4 menunjukkan biaya produksi kaos partai metode variable costing per kaos Rp 12.900, terdiri dari biaya bahan baku Rp7.300; BTKL Rp 4.400; BOP variable Rp 1.200. Perbedaan terletak pada pengakuan BOP tetap.

Tabel VII. 3: Laporan Biaya Produksi Metode Full Costing


           
Tabel VII. 4: Laporan Biaya Produksi Metode Variable Costing


Perbedaan Laporan Laba Rugi Konvensionan Metode Full Cocting dan Variable Costing

Tabel VII. 5: Lapoaran Harga Pokok Penjualan (Metode Pisik, Rata-rata bergerak)






Tabel VII.6: Biaya  Periodik




Tabel VII. 7: Laporan Laba Rugi Format Konvensional Full Costing




Tabel VII. 8: Laporan Laba Rugi Format Konvensional VariableCosting



Pengaruh Penerapan JIT terhadap Perbedaan Full Costing dan Variable Costing
            JIT (Just in Time) dapat memperkecil perbedaan laba ke dua metode, karena JIT akan memungkinkan jumlah produksi sama dengan jumlah yang dijual, sehingga lebih memungkinkan biaya produksi dibebankan dan biaya periodik sama-sama dibebankan pada periode terjadinya. Tidak ada biaya produksi  (BOP tetap) yang ditangguhkan pembebanannya, karena semua barang terjual pada periode produksi.
            Misalnya PT. Elsa Sari menerapkan JIT sehingga tidak ada perubahan persediaan barang dalam proses dan barang jadi awal periode dan akhir periode, serta tidak ada produk yang cacat dalam periode tersebut. Dengan demikian jumlah unit yang diproduksi sama dengan yang dijual, dan persediaan barang dalam proses dan barang jadi awal dan akhir tidak ada.
Tabel VII.9: Biaya Produksi


Hasil produksi Maret 20x1 berupa:
1.      Produk jadi berupa kaos partai 850 buah kaos
2.      Barang dalam proses akhir periode  tidak ada
3.      Produk cacat  tidak ada.
Tabel VII. 10: Laporan Biaya Produksi Metode Variable Costing dan Full Costing


            Berdasarkan laporan biaya tabel VII.10 disimpulkan biaya produksi per unit kaos partai metode full costing Rp15.169,41 dibulatkan Rp15.169.

Tabel VII.11: Lapoaran Harga Pokok Penjualan Full Costing (Metode Pisik, Rata-rata bergerak)



Tabel VI.4: Biaya  Periodik



Tabel VII. 12: Laporan Laba Rugi Format Konvensional Metode Full Costing



Tabel VII.13: Lapoaran Harga Pokok Penjualan Variable  Costing (Metode Pisik, Rata-rata bergerak)


Tabel VII. 14: Laporan Laba Rugi Format Konvensional Metode Variable Costing


ADVANTAGES OF VARIABLE COSTING
+   Variable costing is easy to use with CVP analysis.
+   With variable costing, changes in levels of inventories do not affect net operating income.
+   Absorption costing unit product costs may be misinterpreted by managers as variable costs.
+   In variable costing, fixed costs are highlighted rather than buried in cost of goods sold and inventories.
+   Variable costing is usually easier to understand than absorption costing.
+   Variable costing is easier to use in controlling costs as will be discussed in later chapters.
+   Variable costing net operating income is closer to net cash flow than absorption costing net operating income. This is particularly important in companies experiencing difficulties with cash flows.
-    But, variable costing is usually not considered acceptable for external financial reports. If absorption costing must be used for mandatory external reports is it worth the trouble to maintain a different costing system for internal reports?
  
Baca Juga Materi Akuntansi Manajemen dan Akuntansi Biaya Lainnya :


Demikianlah Artikel ACTIVITY BASED COSTING, [ diktrus akutansi ]

Sekianlah artikel ACTIVITY BASED COSTING, [ diktrus akutansi ] kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel ACTIVITY BASED COSTING, [ diktrus akutansi ] dengan alamat link http://diktrus.blogspot.com/2012/08/activity-based-costing-diktrus-akutansi.html

0 Response to "ACTIVITY BASED COSTING, [ diktrus akutansi ] "

Posting Komentar